Minggu, 23 September 2018

Tahun Baru Hijrah

Pagi masih begitu buta, matahari baru saja bersiap untuk menyonsonng hari baru di tahun baru, masih dalam suasana Muharram. Bulan Hijrah yang bepasan sekali dengan keputusan untukku berhijrah, berhijrah untuk menjadi lebih baik. iya, hari -hari menjadi lebih baik, lebih bermakna dan lebih semakin dekat dengan Tuhanku.

Kakak Ikhlas Dek!


Kakak Ikhlas Dek

Tiga tahun lalu, berita kehadiranmu begitu membuat aku bahagia. Aku yang saat itu sedang pada detik-detik menghadapi ujian akhir yang dengan berbagai masalah baru yang kuoendam sendiri itu yang tak jarang masalah itu membuat dada terasa sering sesak hingga menangis pun tanpa ada air mata. Mungkin saat itu aku masih kuat, atau memang beban hidup hanya itu saja. Tapi, berita kehadiranmu itu tiba-tiba membuat segalanya hilang. Ada malaikat baru di rumahku.
Dari psantren itu, aku memutuskan untuk pulang dan meneruskan salah satu impian diantara dua pilihan impianku. Mungkin ini sudah mnejadi jalanku, bermodalkan tekad yang penting aku memutuskan untuk tetap berjuang dengan impianku. Kau malaikat kecil itu semakin tumbuh, tapi dalam perkembanganmu ada sesuatu yang lain, tumbuhmu tidak seperti anak-anak lain, kau cenderung lambat. Dan mulai orang-orang menvonismu macam-macam termasuk vonis yang paling ditakuti oleh seorang kakak.
“Hafidh mengidap Autis..”
“Dia anak yang berkebutuhan khusus..”
Tentu, rasanya bagai dihujam ratusan batu kerikil tajam menghunus ujung hatiku. Aku tidak terima dengan vonis itu, tidak bahkan tidak mau terima. Aku bersikeras “Hafidhku tidak Autis, dia baik-baik saja, hanya dia sedikit lambat saja, hanya dia butuh sedikit perhatian saja, sedikit saja pembelajaran dia akan baik-baik saja, aku yakin itu.
Apa jadinya jika aku harus mempunyai dua orang adik yang keduanya sama-sama berkebutuhan khusus, Fadlul sang abang, adik yang begitu berhati malaikat itu mengindap tuna runggu, bisu, tidak bisa mendengar dan berbicara. Kakak yang kadang sulit diajak bersosialisasi, bahkan ada orang-orang yang sempat mengatakan dia hampir seperti anak idiot, tapi itu hanya kata-kata orang yang sok tahu saja. Buktinya kakakku tidak begitu, dia cantik, manis, rajin dan pintar, dia tidak seperti yang mereka tuduhkan.
Tidak mungkin rasanya aku harus mendapatkan sang malaikat kecil itu juga berkebutuhan khusus, tapi hari ke hari aku memantau perkembangannya. Perkembangannya agak lambat,dokter pun mengaktakan “Dia belum autis, tapi hampir mendekati autis..” perasaanku campur aduk mengetahui vonis dokter itu, aku berkesimpulan jika malaikat kecilku bisa disembuhkan.
Hingga beragama cara aku usahakan untuknya. Berusaha semampuku, sekuat tenagaku, untuk membuat dia lepas dari vonis itu. termasuk aku mulai mencari informasi tentang menghadpai anak seperti itu di Internet termasuk di satu tahun terakhir, aku masuk di grub-grub pelatihan untuk bunda-bunda dengan perkembangan balitanya, dan dari sana aku mengetahui jika Hafidhku menderita Delay speak dan bagaimana cara untuk membantu menyembuhkannya.
Aku mulai bereaksi di sela-sela kesibukanku kuliah dan berimajinasi. Melatihnya, sedikit demi sedikit, tidak kuharap dari ayah dan Ibu yang sepertinya ikut saja seperti air yang mengalir, tidak juga kepada abang yang hanya sekali-kali pulang memerhatikan perkembangan Hafidh, aku harus berusaha kuat seperti sendiri, kadang-kadang aku bagai orang gila yang sering teriak-teriak dan berbicara dengan berbagai macam nada kepada sang malaikat kecil itu.
Hari demi hari, mungkin faktor umurnya yang juga semakin bertambah, Hafiz mulai sedikit bisa mengucapkan beberapa kata-kata di umur balita seusianya sudah bisa merespon kata-kata pembicaraan dari orang lain. Dia juga seperti susah untuk dibuat fokus dengan hal yang harusnya di fokuskan. Matanya sering menerawang ke atas jika terlalu diajak untuk fokus, tapi tidak sesering anak yang divonis itu lainnya dan lidahnya sering di keluarkan. Tapi akan segera dinormalkan dan dimasukkan ke dalam ketika aku menyuruhnya untuk mengontrol lidahnya.
Tahun ini dia sudah berumur 3,5 Tahun. Sedikit perkembangan terlihat meski perkembangannya tidak cepat, tapi aku bersyukur Allah kirimkan malaikat kecil itu untukku, meski beberapa orang yang sering aku temui mengatakan dia seperti anak idiot, tapi orang itu tidak tahu saja, Hafidhku tidak seidiot yang mereka bayangkan. Dia paham banyak hal, meski tidak utuh, dia pandai azan, pandai semangat dengan takbir, shalat dan berzikir dan pandai sekali membangunkanku saat tidur.
Aku yakin anak itu bisa menjadi normal, dan aku pun tidak akan marah jika orang menganggap dia termasuk anak yang berkebutuhan khusus, aku sudah mulai berdamai dengan keadaan. Aku bersyukur dengan hadirnya, mungkin itu adalah ladang pahala bagiku, bagi keluargaku, sa;ah satu sumber kebahagiaan dan rezeki untuk keluargaku.
Kakak sudah ikhlas dek, kakak yakin tidak ada yang sia-sia dari kuasa dan Kehendak Allah, Allah lebih sayang adek dan kakak akan terus berusaha.



Tahun Baru Hijrah

Pagi masih begitu buta, matahari baru saja bersiap untuk menyonsonng hari baru di tahun baru, masih dalam suasana Muharram. Bulan Hijrah ya...