Minggu, 04 Maret 2018

Dear Ayah








Ayah memang selalu begitu, seringkali jalan pikirannya tidak dapat aku mengerti bagaimana. Aku bukanlah tipe anak gadis yang rewel dan manja, karena percuma, aku manjanya sama siapa, ayah tidak pernah memanjakan aku, menuruti apa yang aku inginkan bahkn dari yang terkecil pun. Misalnya, aku ingin punya tas yang dijahit oleh ayah dulu, dijahit oleh tangan ayah,sewaktu aku berumur sembilan tahun, tapi ayah begitu berat untuk mengabulkannya, karena aku benar-benar menginginkannya aku mencari cara agar ayah bisa tahu seberapa besar aku ingin tas kain yang dijahitnya itu.

Hingga subuh itu, aku berpura-pura mengigau, ayah semalaman tidak tidur, karena jika orderan bajunya terlalu banyak bahkan dia jarang sekali tidur malam. Menyelesaika baju orderan itu, semula aku pahamm tapi aku tahu, bagi ayah yang begitu mahir memaiknaan mesin dan benang itu, membuat tas itu tidak butuh waktu berjam-jam, tapi hampir sebulan ayah tidak pernah membuat barang sesederhana itu untukku, hingga akhirnya pura-pura ngingau dengan menyebutkan tas kain itu berhasil, baru ayah membuatkannya untukku, hanya sesederhana itu, aku begitu bahagia.

Jika aku punya keinginan tentang suatu barang yang ada nilainya, aku jarang sekali meminta, karena aku tahu ayah tidak akan membelinya, aku sering mengira ayah tidak punya uang, tapi dari kecil aku sudah mulai jel, membaca keadaan, membaca situasi berapa peghasilan keluar dan masuk,dan tidak jarang aku mengecek dompet ayah, yang isinya tebal. Aku heran kemana uang itu dibawa ayah? Aku tidak berani bertanya, aku diam, aku tumbuh menjadi orang yang menyimpan rasa, tidak terbuka. 

Hingga aku tahu, ayah tidak mebawa kemana-mana uang itu, ternyata ayah bukanlah orang yang pandai memanagement uang, hingga uang itu habis terhambur-hamburkan. Aku kecewa, tapi aku tidak bersuara, dirumah sudah cukup aku seirng dimarahi tentang banyak hal yang aku kira sepele, ayah sering main fisik dulu, hingga aku tumbuh dalam ketakutan, jika ayah akan datang dan membawa ranting itu.

Tapi aku tahu ayah. Dia hero ku, aku harus mengerti dia, meskipun sering aku tidak bisa mengerti, termasuk ketika tiga tahun yang lalu saat aku baru SMA, saat aku sadar tidak ada harapan untukku untuk kuliah, kondisi ayah dan keunagan keluarga sangat mustahil, tapi aku lagi-lagi melirik kesempatan, seorang guru begitu menyemangatiku, katanya ada beasiswa, tapi ayah tidak percaya, katanya beasiswa itu tidak cukup, aku menyakinkannya,  tapi jangankan yakin, malah ayah membuat semangat jatuh tertimpa reruntuhan tembok yang beigitu berat. Aku hilang arah, ayah menjatuhkanku terhempas.

Dan saat impian untuk kuliah itu benar-benar aku kubur, dan aku ingin menuruti tawannya untuk bisa mondok di pesatren temannya, ayah marah, aku semakin tidak mengerti, aku disuruh tinggal di pesantren yang sama, menetap disana  yang sebenarnya keadaannya begitu sakit saat itu, banyak hal yang tidak bisa kujelaskan, suasananya, tempatnya benar-benar membuatku sulit untuk bertahan disana saat itu. Aku bingung.

Jika seandainya mereka tahu kenapa aku begitu ingin kuliah, padahal aku sebanrnya begitu ingin melanjutkan pendidikan ku ke Mudi dan dayah Darussalam tempat ulama kharismatik Aceh itu, itu karena aku tidak melihat sedikitpun peluang untuk kesana, dan aku hanya menyimpan keinginan itu dalam-dalam hingga sekarang, dan aku hanya melihat saat itu adalah pilihan untuk kuliah dengan beasiswa, aku ingin pintar, aku ingi  bisa membahagiakan ayah dan Mamak, aku ingin bisa membahgaikan keluargaku, aku hanya ingin di dukung, dan dimnegerti dan aku tidak akan meminta uang karena aku percaya rezeki itu ada dimana-mana.

Dan saat sekarang Allah telah mentakdirkan aku untuk kuliah, perlahan aku melihat ada yang berubah, sedikit demi sedikti berubah, tapi aku tidak juga mengerti tentang jalan pikiran ayah aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Mamak, atau kau saja yang susah mengerti mereka.

Saat aku ingin terbang, saat aku ingin belajar lagi, saat aku hanya meminta doa restu, saat aku yang hanya didukung, saat aku yang ingin berbakti tapi harus kembali sakit, kenapa, kenapa mereka tidak pernah mengenal siapa aku? Atau aku yang tidak pernah mengenal siapa mereka, mereka ingin aku lebih tapi mereka menahanku.

Bukan, bukan maksudku aku menentang, hanya sudah berapa kali aku kode, aku katakan, jangan seperti itu caranya, justru seperti itu akan membuatku jadi hancur, jadi semakin membangkan. 

Dear ayah, adalah heroku, meski demikan aku adalah tetap beruntung memilikimu, aku menyayangimu karena Allah, dan pada dasarnya aku tidak mengiginkan banyak hal, aku hanya ingin pintar, dan berguna bagi kalian, bagi setiap orang yang aku temui, karena Allah.

Allah bukankan pintu hatiku agar aku mampu menerima segala ketentuanMu, dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Serta aku memohon kepadamu Tuhan yang maha Rahman Rahim bukankan pintu hati kedua orang tua hamba dan jadikan hamba sebagai anak yang engkau mampukan untuk membahagiakan kedua orang tua hamba dunia dan akhirat. Aamiien.a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahun Baru Hijrah

Pagi masih begitu buta, matahari baru saja bersiap untuk menyonsonng hari baru di tahun baru, masih dalam suasana Muharram. Bulan Hijrah ya...