Jumat, 23 Februari 2018

Sketsa Mimpi

Setiap orang pasti mempunyai kisahnya dalam menggapai impiannya, kisah pahit disaduk dengan kecewa yang seringkali membuat langkah bergetar lalu inign berhenti ataupun kisah bahagia yang membuat kita tidak ingin cepat-cepat beranjak dan menjadikan hal itu sebagai kenangan, karena kita masih ingin berlama-lama menikmatinya. Hal itu tentunya karena adanya unsur di dalam kisah kita yang membuat kita bisa bertahan lebih lama atau cepat-cepat ingin mengakhirinya.

Impian gambarannya adalah masa depan, sesuatu rancangan yang telah kita lukis  indah di masa depan, setiap kita adalah pemimpi yang berharap mimpi itu ada dalam dunia kenyataan. Seseorang dulu pernah mengatakannya kepadaku, "Jika kau lihat orang sekarang begitu terkenal dan dikenal, maka kau boleh menyusuri masa lalunya, pasati di dalamnya penuh dengan yang namanya kepahitan" Lalu orag itu berkata lagi " Dan jika kalian lihat aku sekarang tidak begitu, bearti masa laluku itu kurang menyedihkan".

Berbicara tentang impian itu, aku ingin menceritakan tentang mimpiku dulu yang paling sederhana, yaitu ketika aku ingin sekolah di pesantren ketika aku ingin menjadi seorang muslimah yang hidup di zaman modern ini, pintar baca kitab, pintar ngaji, pintar bahasa, pintar baca quran  dan tidak "gaptek". Sekilas itu terlihat sebagai impian yang sangat sederhana tapi bagiku dan keadaan keluargaku itu adalah impian yang sangat berat. Alasannya sangat klasik, ekonomi adalah penghalangku.

Ekonomi saat itu bagai rantai mimpi, dia merantai mimpiku agar tidak bisa bangun dan beranjak, aku pun tidak bisa banyak berbuat apa, hanya sesekali mendengus kesal pada rantai yang merantaiku, memberontak itu bukan keahlianku, tapi aku ingin lepas dari jeratan itu.

Hingga akhirnya aku lulus dari Madrasah Tsanawiyah di kecamatan, aku mulai sedikit memberontak dengan ancaman, aku ingin di lanjutkan ke pesantren, aku tidak ingin masuk SMA yang biasa-biasa di kotaku, pokoknya apapun yang terjadi aku akan masuk kesana dan pesantren itu menjadi tempatku, tempatku mengenal Allah lebih dekat, tempatku menjelaskan warna abu-abu yang tidak terang di mataku, lalu mengganti warna itu menjadi warna terang dan membentuk sketsa mimpi yang jauh lebih menarik.

Sekarang, aku dalam perjuagnan sketsa mimpiku, perjuagan menatanya menjadi lebih indah di dunia nyata, mimpiku untuk mereka dalam sisa-sisa masa yang ku punya, tentu aku tidak ingin hidupku sia-sia.

"La haula wala quata illa billah" Semoga Allah segera menyatakan mimpiku di dunia nyata. Sehingga aku bisa membahagiakan mereka yang pernah kutemui dalam hidupku, karena itulah caraku untuk membahagiakan diriku sendiri dan mengartikan syukur  dalam hidupku. Aamiin ya Rabbal A'lamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahun Baru Hijrah

Pagi masih begitu buta, matahari baru saja bersiap untuk menyonsonng hari baru di tahun baru, masih dalam suasana Muharram. Bulan Hijrah ya...